Keluarga kawan saya, asal Sumatra Barat, pernah punya pembantu rumah
tangga dari kampung asalnya. pembantunya juga tidak lulus SD, tapi
setia menjalankan perintah majikan. ia dipanggil mak Etek, umurnya di
ambang senja.
Suatu ketika, sebelum keluar rumah, mereka mengajari mak Etek, agar
menjawab telpon yang masuk dan mengatakan bahwa mereka "tidak ada"
(bahasa minang: indak ado, diucapkan cepat 'ndak ado'). Tak lama
setelah mereka keluar, pesawat telepon berdering ketika mak etek
sedang menyapu. ia memandang pesawat telepon dari kejauhan dan berkata,
"Ndak ado!"
Begitulah yang dilakukannya tiap telepon berdering.
Ketika keluarga kawan saya kembali, mereka bertanya, "Ada telepon?"
"Ado" kata mak Etek, "Ambo sudah jawab ndak ado!"
"Dari siapa?" tanya majikannya.
"Ambo ndak tahu, tiap kali bunyi ambo jawab ndak ado."
kawan saya mulai curiga. "Diangkat seperti ini?" Tanyanya sambil
mengangkat gagang dan mendekatkannya ke telinga.
"Ndak ado" kata mak Etek. Kawan saya menyadari kesalahannya.
"Lain kali kalo menjawab telepon, angkat gagangnya dan dekatkan ke
telinga dan mulut, lalu ucapkan ha-lo...."
Mak Etek menjawab, "Baik!"
Kebetulan telepon berdering. Kawan saya menyuruh mak Etek berlatih.
Mak Etek mengangkat gagang hingga ke wajahnya dan berkata, "Halo,
halo .... Ndak ado suaranyo.... Ha-lo, halo...."
Ternyata mak Etek terbalik memegang gagang. Kawan saya memberitahu,
"Terbalik mak!"
Mak Etek pun berkata, "Lo-ha, lo-ha"
Sumber